Senin, 24 Desember 2012

kehilangan, terbiasa, rencana Tuhan

"kitapun adalah sebuah kebetulan"

'tidak. Se-iseng itukah Tuhan menciptakan kita?'

"lantas? menurutmu, apakah kita adalah sebuah rencana?"

'mungkin. sebuah rencana yang akan dipertemukan oleh Tuhan'

"lalu dipisahkan? dan dipertemukan kembali? atau mungkin... tidak sama sekali."

'mungkin. mungkin Tuhan ingin mengajarkan kepada kita tentang 'berarti'-nya sesuatu. bukankah manusia sering sekali merasakan kerinduan dan keberartian akan sesuatu justru setelah ia 'jauh'?'

"mungkin karena keterbiasaan..."

'keterbiasaan yang mengundang rasa itu datang perlahan hingga kita sendiri tidak sadar kalau ia sudah menetap lama bersama kita? dan baru menyadarinya ketika ia pergi? atau justru kita yang pura-pura tidak mau menyadarinya? kalau benar begitu, lantas kenapa kepura-puraan itu tidak diteruskan saja?'

"sulit."

'mungkin itulah yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita. kau dan aku.'

"jawabmu hanya 'mungkin' 'mungkin' dan 'mungkin'"

'aku harus jawab apa? Tuhan belum memberitahukan rencananya kepada kita, bukan?'

"kehilangan. terbiasa. rencana Tuhan. semoga ini memang rencana Tuhan yang akan membuatmu terbiasa kemudian."


diapun pamit lewat mimpi. hilang menuju batas. kau, aku, dan perpisahan dalam mimpi.

aku memilih meneruskan kepura-puraan diri. tapi sulit dan Tuhan mengajarkan tentang kehilangan dan keberartian akan sesuatu yang telah pergi.

-an-

Sabtu, 15 Desember 2012

sajak yang dituliskan Tuhan (sebenarnya tidak tersembunyi)

Selembar sajak tersembunyi dituliskan Tuhan
untuk kami, manusia.
Berisi cinta, kesenggaraan, kehampaan,
kegembiraan, dan kerinduan yang sering tidak bisa dijelaskan.

Di dalam sajak,
antara manusia dan kehidupannya
sering tidak menyadari
kalau mereka "dekat".

Sajak sebenarnya telah terbaca
tapi tak terpahami.

Sajak yang dituliskan Tuhan
tidak tersembunyi.
Hanya diri saja yang tidak paham dan menyadarinya.

-an-


Manusia dan yang ada di dalam kehidupannya.

Senin, 03 Desember 2012

malam

Sebagian orang menjadi hidup ketika malam
Bersama doa, mimpi, atau bahkan kesendirian
dan merekalah orang malam
Dan ketika malam datang, datang pula harapan-harapan
agar pagi kemari mengusirnya dan orang pagi hidup kembali

Malam hilang malam muncul malam dibenci malam juga dipuji

Si pemimpi menanti malam
mengharap buah tangan mimpi-mimpi indah,
lalu takut mimpi-mimpi buruk diberi malam,
si pemimpi berdoa kepada malam
tak ingin tertidur

Kembali malam dibenci mimpi malam juga dipuji mimpi

Sebagian orang menunggu malam sebagai kedamaian,
yang dibawa teman lama, untuk beristirahat
dan hidup dalam mimpi-mimpi malamnya
tapi sebagian orang justru takut kepada malam
yang membawa kematian
Sebagai malam terakhir dan tidak membiarkan mata
membuka kembali
seakan tidur menikmati malam
Padahal mati ditemani malam

Malam dibenci sebagian!

Malam sedih
Malam ingin bersahabat
Malam datang bersama mimpi tapi terkhianati sendiri
oleh mimpi-mimpi buruknya
Malam berteman dengan kematian
tapi tak pernah bersepakat agar kematian berkunjung tiap malam
untuk menggandeng nyawa-nyawa bersamanya

Malam berjalan
Malam menangis
Dan malam berharap
agar malam tak pernah ada

-an-


Kamis, 22 November 2012

sebuah nama

Di balik karang kau berada
dan menyimpan kesedihan kepada laut
Berusaha menggapai pandang terujung laut
lalu setipis garis diberi lihat
Batas laut dan langit layaknya menyatu
seperti kebingungan dan rindu yang mendera
memanggil sebuah nama

Kau sanggup menatap batas
Tapi perlahan menyerah kau akan
batas itu sendiri

Jauh

Rindu

Sebuah nama

bersembunyi tenang dalam pelukan
hangat tangan
rela mengantarkannya kepada laut
hingga seisi laut merindu
cerita dari sebuah nama

-an-

Selasa, 20 November 2012

mimpi terbang bersama angin nakal

Seorang anak kecil melukis
di atas kanvas udara
kumpulan-kumpulan huruf
yang menjadi sebuah kata 'mimpi'
dari dunia imaji

Dan huuuuuss.....
Angin nakal tiba menghapus 'mimpi'
Menjadikan kanvas imaji kembali putih
Seketika kuas menolak menoreh warna
'mimpi' kembali karna tersimpan kesal
pada angin nakal

Palet-palet 'mimpi' kemudian memanggil,
membujuk diri ditorehkan pada udara
Hingga imaji 'mimpi' mulai menari-nari
minta terlukis

Dan huuuuusss...
Si angin nakal kembali berulah
Menarik 'mimpi' dan hilang

Menulislah anak itu sebuah pesan
untuk si angin nakal:

"Mimpi-mimpi terbang bersama angin nakal
menuju sebuah tempat dengan warna sebagai
penghias diri
Palet-palet kembali meminta ditorehkan mimpi
yang akan hilang terbang bersama angin nakal

Kau, angin-angin nakal, di kirim Tuhan
dan membawa mimpiku bertempat jauh tinggi
Hingga tertoreh kembali mimpi-mimpi
dan kau bawa lagi tinggi

Kini, ku biarkan kau, hei angin nakal!
membawa tinggi torehan mimpi ini:
"Gapai""

Dan huuuusss...
Kabul si angin nakal...

-an--

Sabtu, 17 November 2012

ku tunjukan kau pelangi dan kau akan kembali dengan kisahnya

Ku tunjukan kau sebuah pelangi
dan kau akan pergi menghampirinya
Lalu kau kembali dengan sebuah kisah
antara pelangi dan mimpi
yang aku tak tahu

Pelangi bermimpi...
tentang musim gugur yang tidak pernah dilihat
Yang tak pernah terasa
Yang tak bisa terbayang
Namun ia bertitip pesan
Tentang butir salju yang tak pernah turun
Tak memberi beku
sehingga tak ada arti untuk mencairkannya
Namun ia bertitip cerita
Tentang semi yang merekah
dalam ribuan gumam nyanyian
dan gemulai tarian
sampai tiba pesona matahari
di musim panas

Pelangi menyimpan warna keempatnya
bersama hujan
Dan dipersembahkannya
bersama hamparan rumput dan langit
Untuk aku yang tak pernah sadar

Dan aku bermimpi
menunjukan pelangi kepadamu
kemudian kau akan kembali
membawa kisah tentang mimpinya

-an-

Rabu, 07 November 2012

hujan tersembunyi (kau)

Hujan tak kunjung jatuh
menahan diri tak bersedia turun
Lihat langit, lihat!
Langit sudah tak sanggup berbohong
Penat menyembunyikan hujan

Hujan hujan hujan
turunlah...

Menggeleng ia tak mau
Menolak ia terus menolak
Merayu lagi aku merayu
dan kembali hujan menolak
Langit mengerang
tak sanggup menahan hujan

Hujan mengalah turun
meminta maaf

Dalam hujan tersembunyi kau
terlingkup derasnya hujan
bersatu tebalnya kabut
Semakin deras dan terlihat jelas

Hujan membawa kau dan kau
membawa hujan

Hujan hujan
jangan berhenti


-an-

Jumat, 02 November 2012

kau, aku, dan rasa

Nyanyikan ku sebuah puisi cinta
yang bergema memaksa jiwa untuk terbang tak menapak diri
Menari-nari dalam buaian rasa

Menghempas jiwa
telah meredup dari paginya hari menjadi senjanya sore
yang mengintip malu pada malam memohon dalam harap
agar malam tak pernah singgah

Bukan...
Bukan karna aku membenci malam
Tapi dia sendiri yang mengusik-usik mengganggu,
turun sebagai batas pisah kita
hingga matahari menawar diri terbit
agar tercipta senja kemudian

Malam hanya memberikan ketenangan dalam sepi
dan keramaian dalam benak bertemu sapa denganmu
merona malu, membisu kata, dan melontar pandang
tak berani tatap

Sedang senja memeluk kita disebuah persimpangan
yang memaksa mata  beradu pandang mengantar rasa
yang tak dapat diwakilkan kata
Tapi aku, aku bisa merasakannya
Suatu rasa yang tak dapat kuungkapkan, kujelaskan,
kutuliskan, kugambarkan
Meskipun kalian bersujud-sujud
memohon pinta penjelasan tentangnya

Maaf, aku tak bisa.

Yang bisa kuceritakan adalah aku tak bisa menceritakan
bagaimana rasa yang terus mengalir menerobos pori-pori
dinding yang telah aku bangun kokoh!
Bahkan ia terus mengalir halus membawa kesejukan dalam jiwa,
keresahan akan penantian, dan kecemburuan karna rasa

Rasa yang baik-baik saja meski disayat kerinduan
malah semakin senang membanjiri jiwa
Mengalir tak berdosa menelusuri raga menggores pesan rindu
pada tiap dindingnya

Dan berakhir aku menanti pada malam
Berharap pada pagi
Memohon pada senja

Senja...
Kita bertemu dikala senja
Kau, aku, dan rasa
dalam pelukan senja
yang mereka sebut 'cinta'

-an-

Sabtu, 27 Oktober 2012

daun pada induk pohonnya

Tuhan,
Adakah rasa cinta yang kau selipkan di setiap lembar daun pada induk pohonnya yang menjalar dalam rantingnya dan mengakar kuat mencengkeram tanah menguasai tubuh hingga hanya terdapat dua pilihan: hidup karenanya atau mati dikarenakannya?

Aku lihat sang pohon diam saja berdiri tegak tanpa gerak
Menikmati cinta yang mengalir dalam tubuhnya dan gugur setelahnya kemudian bersemi kembali setelah tiba di waktunya

Ia membiarkan dua pilihan itu hidup bersamanya

Tapi bagaimana jika Kau hanya menjadikan satu lembar daun bukan pada setiap rantingnya tetapi justru pada setiap induk pohonnya?
Apakah sang pohon akan menghijaukan terus daunnya, bahkan saat dia mulai menjelma menjadi daun setengah kering sekalipun, agar dia tidak jatuh kering mencium tanah
Atau malah merelakannya begitu saja sambil berharap akan ditumbuhkannya daun baru meski diambang oleh ketidakpastian yang bisa saja berakibat pada kematiannya sendiri?
Atau membiarkan dua pilihan itu tetap hidup meraung-raung dalam dirinya tanpa sebuah keputusan?
Yah, atau sebenarnya sang pohon tak tahu caranya memutuskan?

Tuhan,
Seandainya manusia berhelai banyak hati
Mungkin akan seperti sang pohon yang tak tahu arti kehilangan dan berartinya sebuah keberadaan

-AN-

Jumat, 26 Oktober 2012

...

kau dan aku saling tak tahu dan tidak akan pernah tahu, hanya dengan menerka dalam udara malam yang tak pernah berhembus sama sekali

-AN-

Kamis, 25 Oktober 2012

kecewa (pada hujan dan senja)

aku kecewa pada hujan!
yang menjanjikan senja tiba setelahnya

dan aku marah pada senja!
yang menjanjikan hujan datang sebelumnya

-AN-


mengintip pagi

mengintip mata di balik tirai pagi
tersuguh senyum menyingkap para embun
aku yang dulu merindu kabar dari matahari
kini menyipu malu menyimpan intip

ah, kau hanya beri bayang-bayang yang terus membayang
mengikut diri tiada pergi
menerikmu terus memberi harap akan bayang

letih menyinggah diri
meradang, meluap-luap, meletus
dan berakhir melahap ia semua harap terhadap bayang

mereduplah jua kau kemudian?

lalu kaupun menyipu malu menyimpan intip
di balik gumpalan awan menutup diri
hingga tertelan hamparan malam
kau rela berpindah diri

akhirnya, kau tertidur
akupun tertidur
sampai malam menjelma kembali pagi
dan aku tak lagi menyimpan intip



-AN-

Senin, 22 Oktober 2012

tidak perlu diberi judul




"Karna aku punya tujuan, maka aku bergerak"



-AN-

sekoci

1 sekoci...
2 sekoci...
3 sekoci...
4 sekoci...
5 sekoci....
6 sekoci...
7 sekoci...
8 sekoci...
9 sekoci...

cukuplah untuk berlabuh...

-AN-

Minggu, 21 Oktober 2012

hujan, aku menanti?

Terus aku menunggu
Badai ini akan segera berakhir
Doa pada Tuhan sebagai pengakhir
Agar badai menjadi hujan...

Menunggu aku kembali menunggu
Hujan ini akan segera mereda
Menggoda matahari untuk muncul kembali
Doa pada Tuhan sebagai pengakhir
Dan hujan terusir mereda...

Bersabar aku masih menunggu
Hujan kecil minta diharap
Agar ia segera pergi
Berganti pelangi di atas genangan bayang biru kelabu
Doa pada Tuhan sebagai pengakhir
Merayu pelangi kembali...

Kini hujan berganti matahari sendu
Dan pelangi tersipu di atas genangan bayang biru kelabu
Doa pada Tuhan sebagai pengakhir
Apa yang harus kunanti?

-AN-

kauaku

kau dan aku
saling peduli dibalik topeng ketidakpedulian
saling percaya dibelakang kecurigaan
saling yakin padahal berpihak pada ketidakyakinan itu sendiri!
saling tertawa berlawan benci pada kebohongan diri sendiri!

bohong!
bohong!
bohong!

kau dan aku adalah pembohong ulung!
berbohong pada diri sendiri
atas apa yang menimpa diri!

kau dan aku
justru saling tidak peduli
justru saling curiga
justru saling tidak yakin
justru saling membenci!

justru...
justru karna itulah kau dan aku
mengungkap diri
bahwa kau dan aku
saling tidak peduli
saling curiga
saling tidak yakin
saling membenci
akan apa yang menimpa diri kita
dalam rasa

kau dan aku
lagi-lagi berbohong...



-AN-



duka kapas

sehelai kapas pergi meninggalkan cangkangnya
berharap temu kasih dalam pintalan benang
menyapa rindu dalam belai tatapan
dan bermadu kasih dalam cerita

nestapa...
kebisuan malah didapat diantara helaian kertas putih
pada baris-baris tinta putih
tak kasat mata
terbaca hati

menjalar rindu mencipta duka
merintih seorang diri
tak perlu tahu
tak ada yang peduli
dunia bahkan memalingkan diri

kapas berduka

kapas berduka

kapas berduka
pada kebisuan yang tercipta

-AN-



Rabu, 17 Oktober 2012

hujan (kopi, teh, mata air pegunungan)

hujan menata diri
berusaha masuk memenuhi cangkir
sayang, hujan tak pernah menjadi hujan dalam cangkir
karna cangkir telah terisi kopi, teh, bahkan mata air pegunungan

-AN-

Selasa, 16 Oktober 2012

daun

daun itu melayang entah kemana
mendayu-dayu dalam sampan angin
sebenarnya, bukan maunya memutus harap di ujung ranting
di dalam angan, harap menjadi sebuah bayang pilihan yang ada tapi tak bicara jawab
hingga rapuh lembah berlantun irama badai mencakar diri bersorak-sorai memanggil
membawa dalam pusaran kegelapan
sepi pun tiba di kesendirian
menoreh rasa membawa yakin pada diri
bahwa daun jatuh menyimpan kerinduan pada pohon



"seberapa besar berpengaruhnya ia dalam hidupmu, hingga ia menginspirasimu?"

-AN-

Minggu, 14 Oktober 2012

alam

katakan pada alam
bagaimana laut menampung rasa?
gunung bergurau senang?
burung terbang bercengkrama
menyambut angin bertuju awan?
dan ketika matahari menyapa, warna mengiringi riang
tapi rembulan mendekat malam
bersama kelam dan kesunyian
tentram menawarkan kantuk?
sebagaimana hujan berdamping pelangi
malaikat pun termenung pada alam

-AN-

Sabtu, 13 Oktober 2012

(?)

kadang dongeng hanya butuh didengar
tidak peduli ia benar ada atau tidak
dan itulah, kadang seseorang hanya dibutuhkan keberadaannya
tak perlu bicara
tak perlu bertindak
cukup tahu ada 'keberadaannya'
maka terasa cukuplah (?)

-AN-

Rabu, 10 Oktober 2012

hujan (2)

aku ingat bagaimana cara kau menikmati hujan
dengan rentang telapak tangan menerima derai hujan yang turun
dengan rentang tangan kau kemudian tenggelam pada hujan
seolah hujan menarik diri
dan kau menikmatinya

hujan dan diri

-AN-


damai

damai adalah keinginan
sebuah harapan dalam diri agar damai terasa
siapapun ingin merasa
siapapun pantas berharap

damai adalah keluar
keluar dari rasa ketidakdamaian
siapapun ingin damai
siapapun ingin berdamai

dan kutemukan damai sesaat

disini...

damai adalah disini...
ketika hati yang merasa
dan tahu apa itu damai

berdamailah dan damai akan datang

-AN-

sepi

sendirilah kita menyepi
dirundung kesunyian malam
berkata pada malam
biar...
biar waktu yang berkata
saat tangis yang meminta dan tawa membekam

batin-batin diri

-AN-

Minggu, 30 September 2012

hilang senja

matahari mengundur diri
ratu mendorong sendu
aku menanti dalam benak pelukis diri
kala tertera rasa
jiwa-jiwa beterbang harap
dalam senja menutup malam
laut berserah mati pada gemeresik maha ombak
tersirat kabar sebuah pisah tentang penantian
senja memberi harap
lalu pamit
palsu!
pembohong!
penipu!
bantah tutup awan di musim penghujan
meruntuh jiwa-jiwa menghantam harap
meluntur tinta lukis senja dalam sekejap
lantas hilanglah senja tanpa senja

-AN-

Rabu, 26 September 2012

kita

kita di hari ini adalah kita
kita pada kemarin juga kita
kita di hari esok adalah (mungkin) kita

kita di hari ini
bukan cermin serupa pada kemarin
kita di hari ini
bukanlah terka 'kan esok
kita di hari ini
adalah kita

kita
adalah
kita

selamat kepada kita
selamat untuk kita



-AN-

Selasa, 25 September 2012

surya

sapa surya
melabuh senja
pergi ia
menduga malam
membayang pagi

kelak...

kelak...

ya, kelak!

dalam hentak, malaikat maut kan datang
merenggut surya

-AN-

Senin, 24 September 2012

matiimajinasikumati

imajinasi dalam mati
mati dalam imajinasi
melayang
entah
kemana

mati

mati

mati dalam imajinasi sendiri

-AN-

Jumat, 14 September 2012

angin berbisik

kita berada pada satu tembok yang sama
menapak di dua sisi yang sama
bernaung pada rasa yang sama
sama-sama tak terucap, tak terungkap
dan menyelimutlah kita pada ketidaktahuan itu
menunggu angin berbisik mengungkap rasa
tak pernah datang
tak pernah tahu
akankah rasa itu yang berbisik sendiri?
atau semakin menenggelamkan diri?
mungkin aku tahu, mungkin kau tahu

-AN-

Senin, 10 September 2012

hujam

Hujam rintik merasuk diri
Kelabu wajah berkabut lara
Terbenam malam tak berharap pagi
Dan terpahat laut mengubur bayang?
Aku sesak!
Dalam raungan ombak pada lambaian bulan
Diremuk bumi tak sanggup berucap
Tak sanggup
Tak sanggup
Tak sanggup aku berkata
Dalam kepung kesengsaraan
Yang merindu...

-AN-

Minggu, 09 September 2012

senja

matahari berpisah malu
permadani senja selayang pandang
pergi perahu senja tak ingin menepi

bukan deru terik nanti dirindu
bukan kegembiraan senja dinanti petang
atau kembali arah si perahu senja

tapi kau dikala senja....

-AN-

Sabtu, 08 September 2012

bosan

Bosannya mulai mengakar
Merengkuh tubuh dan mendekap
Menggores kehambaran
Lelucon selayak sutra debu
Keinginanpun nyata fatamorgana
Entah apa, entah bagaimana
Mereka serupa pohon
Diam-diam hidup
Bahkan aku hanya termanis duduk
Mendewakan kebosanan

Tuhan...
Istirahatkan aku
Bukan tidur bukan mati
Pada bosan yang terhormat ini!
Agar pahit kembali menyiksa
Manis kembali mencinta
Entah apa, entah bagaimana



-AN-

Kamis, 30 Agustus 2012

mas koki

Mas koki dalam sangkar air
Cuap cuap
Cuap cuap
Mulutnya monyong

Berlenggak lenggok dalam air tanpa dosa

Cantik...

Dengan cuap cuap monyong mulut
Seakan menarik napas kehidupan
Hoap hoap

-AN-

Kamis, 23 Agustus 2012

hujan

Sebuah permintaan sederhana
Aku ingin menari-nari bersama hujan
Di dalam kesejukan
Rintik nan memukau
Membasahi tubuh
Berbalut aroma air dan tanah

Hujan...hujan..hujan...
Biarkan aku menikmati hujan


-AN-


bumi dan langit

‘Seperti bumi dan langit yang tak pernah bersatu’
Ah, klasik!

Bumi ya bumi
Langit ya langit
Bumi sibuk, ya demikian juga si langit
Sama-sama sibuk

Hingga bumi berteriak-teriak  memanggil langit
“Langiiiiiiiit!”

Dan langit berteriak
“Bumiiiiiiii!

Sejujurnya mereka saling berteriak 
Teriakan yang tak didengar satu sama lain

Bumi tak terbang
Langitpun tak turun


-AN-

Selasa, 21 Agustus 2012

berpura-pura


Lewat kata aku bisa berpura-pura sesukaku
Berpura-pura senang
Berpura-pura sedih
Berpura-pura untuk berpura-pura

Kalau kata-kata itu benar bisa berbicara, mungkin mereka akan meronta-ronta
Menuntut kejujuran bukan hanya hasil imajinasi belaka

Tapi lewat kata aku mencoba berbicara
Berbicara tentang keinginanku yang terlukis dalam imajinasi
Senang
Sedih

Jadi, masih berpura-purakah saya?



-AN-

khayal


Terbangku dalam khayal menuju langit
Berkawanku dengan angin menjauhi bumi
Berharaplah aku kemudian agar khayalku tak pernah berakhir
Dan semakin menjauhi bumi

Aku ingin bebas!
Sendiri dan menjauh
Meninggalkanmu dan bumi
Dan kau serta bumipun tak mengapa aku pergi karna tiada rugi



-AN-

Senin, 20 Agustus 2012

layangan Bumi

Namanya Bumi dan usianya 9 tahun. Tak bisa bermain layang-layang bahkan untuk menerbangkannya ke langit saja ia masih payah. Sering layang-layangnya berakhir dengan mencium tanah dan kemudian robek akibat benturan macam-macam. Kalau sudah robek begitu, Bumi hanya bisa pasrah dan pergi meninggalkan lapangan dengan seutas senyum semringah. Ia tahu besok ia harus kembali ke tanah lapang itu dengan layang-layang sederhana seharga dua ribu rupiah yang baru. Baginya sebuah usaha itu penting dan menerbangkan layang-layang ke langit merupakan suatu hal yang membutuhkan usaha ekstra.

Begitulah kegiatannya selama musim layang-layang berlangsung. Menyisihkan dua ribu rupiah dari uang sakunya, membeli layang-layang di toko Ahong setelah pulang sekolah, kemudian pergi ke tanah lapang disorenya untuk kembali mencoba menerbangkan layang-layangnya ke langit.

“Walaupun pada akhirnya berakhir dengan mencium tanah, tapi semakin  hari aku merasa layang-layangku semakin tinggi di udara. Jadi jika aku mencoba menerbangkannya setiap hari, besar kemungkinan sebelum musim layang-layang berakhir, layang-layangku telah mencapai langit.”

Hampir dipenghujung musim layang-layang. Di tanah lapang, aktivitas sepak bola  sudah hampir mendominasi dari biasanya. Bumi tak peduli, untuk saat ini tidak ada yang lebih penting selain  layang-layangnya, angin, dan langit.

Akhir musimpun tiba dan layang-layangnya tak juga mencapai langit. Hanya berhasil naik beberapa milimeter saja di udara dan anak keras kepala itu tetap bersikukuh mau menerbangkan layang-layangnya hingga ke langit. Otaknya mulai bekerja, berpikir berpikir berpikir dan merenung.

Bumi mulai melangkahkan kakinya ke sisi kanan tanah lapang dengan belari. Kedua tangannya mendekap layangannya didada dan dipegangnya  kaleng susu bekas, tempat benangnya dililit bergumpal-gumpal menumpuk, ditangan kirinya.

Di sisi kanan tanah lapang, sambil mengambil ancang-ancang, Bumi mulai mengulurkan benang sedikit demi sedikit dan kemudian berlari dengan cepat. Secepat ia bisa. Dari satu sisi tanah lapang ke sisi seberangnya. Benang terulur sedikit demi sedikit. Yakin!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....” Teriak Bumi, sepanjang ia berlari.

Seperempat mencapai finish, Bumi membalikkan tubuhnya dan berlari mundur. Perlahan larinya memelan sampai akhirnya kedua kakinya terhenti sempurna.  Kini, layang-layangnyalah yang terlihat paling kecil di langit. Jauh.

“Apa kubilang! Sebelum musim berakhir!”


-AN-

Minggu, 19 Agustus 2012

begitukah aku?


Sesaat langkahku terhenti. Ia menjadi perhatianku sekarang. Orang itu. Sebetulnya tidak ada yang menarik dari dirinya tapi entah kenapa langkahku terhenti dibuatnya.

Aku memutar 90 derajat tubuhku ke kiri dan kini kami berhadapan. Sepertinya aku mengenalinya. Tubuh mungil, hitam, kurus, dekil, dengan pipi tirus dan rambut sebahu yang tidak lebih bagus dari rambut jagung, merah dan kering. Jika ada kontes ratu dekil, mungkin ia bisa menjadi pemenangnya karna sebersit tatap membaranya masih menyisakan sedikit kecantikan sebagai nilai tambah. Hanya sedikit.

Kalau diperhatikan, tak ada rasa ingin dikasihani sebagai kode darinya. Hanya saja batin ini tetap ingin mengasihaninya. Sudah dekil tak beralas kaki pula.

Layaknya patung, kami hanya berhadapan tanpa saling sapa. Apa kami  benar-benar  tidak saling mengenali hingga kami saling ragu untuk menyapa? Sebersit senyum mulai ditunjukannya bersamaan dengan senyumku. Dengan cepat senyum itupun merekah hingga gigi-giginya yang kecil terlihat jelas dan lesung pipitnya semakin mendalam. Bendera tanda kebanggaan diri seolah berkibar-kibar dari dirinya.

Mataku mulai tertuju pada sebuah karung disebelah kirinya, yang  berisi kumpulan gelas dan botol plastik. Matanyapun mengikuti arah mataku. Dari karung itu kusimpulkan kalau dia bau. Minimal bau matahari dan maksimal..... entah bagaimana aku mendeskripsikan perpaduan antara bau keringat, keringat dalam ketek, bau debu, asap, sampah,  dan bau-bau yang aku sendiri tak tahu asalnya.

Rasa kecewa mulai merekah menutupi kebanggaan diri tadi. Apa seperti itu orang melihat dan memandangku? Beropini tentangku?

Yah, mau gimana lagi?

Aku mulai meninggalkan cermin besar di etalase toko itu,  yang dipajang menghadap jalan  tempatku berdiri, dan pergi setengah berlari diiringi teriakan pekik sang pemilik toko.


-AN-

Sabtu, 18 Agustus 2012

Inspirasi


Tunggu, aku tetap menunggu
Menanti kehadirannya yang sangat berarti untukku, sekarang!
Aku membutuhkannya!

Sudah sering aku mengundangnya dan kunanti dengan sabar
Tapi tak juga dia datang memenuhi undanganku

Malah dia sering menemuiku di tempat dan waktu yang tak terduga
Tanpa janji terlebih dahulu
Kurang ajar!

Jika dia datang, pecah sudah konsentrasiku
Jika dia sudah berkata, lekaslah catat
Harus cepat!
Atau dia akan lenyap

Tahukan betapa sulit menemuinya jika dia sudah pergi?
Sayang, dia tidak memberi alamat atau nomer teleponnya
Agar aku mudah menghubunginya
Tidak menunggu-nunggu dan menanti-nanti seperti ini!
Dasar pelit!

Baiklah
Jika sudah selesai
ku persilahkan kau pergi, inspirasi
Dan kunjungi aku sesering kau bisa


-AN-

Jumat, 17 Agustus 2012

pertunjukan


Kini aku berdiri. Sendiri. Bermandikan kilatan cahaya yang kerap kali berganti-ganti. Terus menyorotiku kemana aku melangkah, kemana aku berbicara, seakan akulah satu-satunya si objek penderita. Hanya aku? Ya! Hanya aku yang kau soroti terus menerus. Terlihat bukti di depanku gelap gulita. Oh tidakkah kalian membutuhkan cahaya? Atau kalian senang dapat melihatku tanpa sembunyi-sembunyi seperti ini? Dan membiarkan mataku meraba-raba bentuk kalian hingga jelas?! Aku menyerah!

Dentuman-dentuman perlahan, menandakan suatu emosi. Aku mulai melangkahkan kaki masih ditemani sorot cahaya itu dengan warna yang kini berubah temaram secara perlahan.

Seolah-olah dentuman itu merengek minta didengar. Semakin lama dentuman itu semakin cepat dan keras membuat langkahku berlari-lari kecil dan sorot cahaya itu kini kembali berulah dengan kilatannya yang tidak lagi temaram. Berkilat-kilat dari berbagai arah dan warna. Klimaks!

Aku letih. Langkah berlari kecilku mulai surut dan aku terhenti untuk kemudian bertekuk lutut.

“Tidakkah kalian bisa berhenti?” Aku mulai bertanya.

Hening. Tak ada jawab sama sekali.

“Bisakah?!”  Tangisanku mulai berteriak memohon.

Seakan mengerti, sorot cahaya itu kembali normal. Jingga dan tidak lagi berkilat-kilat seperti tadi. Kini ia menyisakan kegelapan yang semakin dekat denganku, hanya berbatas selangkah antara aku dengannya. Dengan teramat jelas aku disudutkan olehnya! Tak ada ruang dan benar-benar hanya aku dan tempatku berpijak sekarang! Terserah!

Dentuman itupun latah memelan tetap mencekik perasaan.

Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku hanya diam terisak menanti sorotan yang akan menghujamku dengan kegelapan dan dentuman yang menyuarakanku dengan kesunyian.



Pertunjukanpun berakhir
terimakasih


-AN-

Kamis, 16 Agustus 2012

aku

Aku berkawan dengan aku
Aku akui dua sisi aku dan aku
Aku baik dan aku tidak baik
Aku buruk dan aku tidak buruk

Aku tak berkawan denganku
Kata aku, aku tak sama dengan aku
Jadilah aku dan aku masing-masing
Aku sebagai aku dan aku sebagai aku


-AN-

Minggu, 12 Agustus 2012

Persembahan


Ku persembahkan sebuah pementasan roman
Dengan aku dan kau sebagai pemeran utama
Dengan naskah pengucap kata cinta beribu kali
Aku mencintaimu                                                                
Kau juga mencintaiku

Dekap, dekap
Kami saling mendekap
Mendengar degup jantung yang sebenarnya tak terdengar
Aku mencintaimu
Kau juga mencintaiku

Kau genggam tanganku
Seolah mereka berkawan erat tak mau lepas
Kau menatapku
Aku menatapmu
Hingga tercipta sebuah isyarat
Aku mencintaimu
Kau juga mencintaiku

Ku persembahkan akhir pementasan
Bukan naskah yang mengakhiri
Tapi kau dan aku
Bukan si penulis yang berucap
Tapi kau dan aku
Aku tidak mencintaimu
Kau juga tidak lagi mencintaiku

Dan  berakhirlah pementasan itu
Karna pemeran itu sendiri


-AN-

angin dan debu


Aku bermimpi
Angin dan debu saling bercengkrama
Dan angin berkata:
‘aku menyayangimu, debu’


-AN-

Selembar Langit


Aku sedang menjahit selembar langit
Dengan jarum dan benang


Tak kunjung selesai


Aku letih
Keringatku jadi bukti


Dan hingga esok tiba
Langitku tak juga selesai


Aku tak pernah menyerah
Hingga aku terpaksa menyerahkan langitku padaMu



-AN-

Kata

Aku menulis
Kata perkata hingga menjadi sebuah karya
Tulisan-tullisan tak berharga
Hanya luapan emosi belaka

Aku menulis
Hingga tak ada kata

Aku tak peduli
Aku akan tetap menulis
Hingga kata berakhir sendiri



-AN-