Minggu, 19 Agustus 2012

begitukah aku?


Sesaat langkahku terhenti. Ia menjadi perhatianku sekarang. Orang itu. Sebetulnya tidak ada yang menarik dari dirinya tapi entah kenapa langkahku terhenti dibuatnya.

Aku memutar 90 derajat tubuhku ke kiri dan kini kami berhadapan. Sepertinya aku mengenalinya. Tubuh mungil, hitam, kurus, dekil, dengan pipi tirus dan rambut sebahu yang tidak lebih bagus dari rambut jagung, merah dan kering. Jika ada kontes ratu dekil, mungkin ia bisa menjadi pemenangnya karna sebersit tatap membaranya masih menyisakan sedikit kecantikan sebagai nilai tambah. Hanya sedikit.

Kalau diperhatikan, tak ada rasa ingin dikasihani sebagai kode darinya. Hanya saja batin ini tetap ingin mengasihaninya. Sudah dekil tak beralas kaki pula.

Layaknya patung, kami hanya berhadapan tanpa saling sapa. Apa kami  benar-benar  tidak saling mengenali hingga kami saling ragu untuk menyapa? Sebersit senyum mulai ditunjukannya bersamaan dengan senyumku. Dengan cepat senyum itupun merekah hingga gigi-giginya yang kecil terlihat jelas dan lesung pipitnya semakin mendalam. Bendera tanda kebanggaan diri seolah berkibar-kibar dari dirinya.

Mataku mulai tertuju pada sebuah karung disebelah kirinya, yang  berisi kumpulan gelas dan botol plastik. Matanyapun mengikuti arah mataku. Dari karung itu kusimpulkan kalau dia bau. Minimal bau matahari dan maksimal..... entah bagaimana aku mendeskripsikan perpaduan antara bau keringat, keringat dalam ketek, bau debu, asap, sampah,  dan bau-bau yang aku sendiri tak tahu asalnya.

Rasa kecewa mulai merekah menutupi kebanggaan diri tadi. Apa seperti itu orang melihat dan memandangku? Beropini tentangku?

Yah, mau gimana lagi?

Aku mulai meninggalkan cermin besar di etalase toko itu,  yang dipajang menghadap jalan  tempatku berdiri, dan pergi setengah berlari diiringi teriakan pekik sang pemilik toko.


-AN-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar