Rabu, 20 November 2013

semakin ingin kenal dunia, semakin dunia membuka dirinya.

Semakin ingin kenal dunia,  semakin dunia membuka dirinya.
Keindahan yang menutupi keburukan, keburukan yang menutupi keindahan.
Yang benar mengatasnamakan dirinya benar karna ia anggap yang berbeda itu salah.
Dan semua menyatakan dirinya benar.
Siapa yang salah? Siapa yang benar?
Apa itu indah? Apa itu buruk?

Kata dunia, “Jalani saja apa yang terjadi. Seperti air yang mengalir di dalam diriku.
Seperti darah yang mengalir di dalam tubuhmu. Jalani saja.”
Kita pun menjalaninya.
Tak lama, dunia bercekikik kecil.
Dia bilang, “Bodoh benar kau ini. Air mengalir bertujuan meski pasrah. Darah mengalir bertujuan meski tak bermuara. Dan kau? Aku tak berujung, tak ada muara padaku. Kemana kau akan mengalir? Hah, betul-betul bodoh.”

Sial.

Akhirnya kita berjalan mencoba  mencari muara lain, tidak pada ujung dunia. Menyibak-nyibak lapisan topeng yang tak kunjung habis.
Segala sisi saling bertentangan. Yang satu berdamai dengan yang satu, tapi bertentang dengan yang lain. yang terlihat kemudian menjadi hitam dan putih.
Bingung.  
Bolehkah sepanjang jalan, kita berdiri di atas batas abu-abu saja? Berjalan diatasnya. Tak ingin hitam. Tak berpihak putih. Hanya ingin abu-abu karna kita semakin bingung. Namun keduanya menarik sama kuat. Menggoyahkan langkah perlahan.
Segalanya berkutat dalam pikiran. Dimulai dengan tanda tanya, diakhiri dengan tanda tanya pula. Bersusah payah mengubah tanda tanya menjadi tanda titik. Tak kunjung bisa.

Ah! Penat!

Kali ini si dunia tertawa terbahak. Mengucapkan selamat datang yang lupa diucapkannya sedari tadi. Kita telah masuk ke dalam permainannya ternyata.

Hah, Siapa bilang dunia semakin membuka dirinya?
Justru terasa ia semakin menutupi dirinya.

Jadi, siapa kenal sebenarnya dunia?

Dibuat terbahak jugalah kita.

Bersama-sama tertawa terbahak-bahak.

-an-

Minggu, 17 November 2013

hujan.

hujan.

                     apa langit sedang bersedih
                     pada bumi, lalu menangis?



hujan.

                     atau langit sedang berbagi kasih
                     pada bumi yang dahaga?



hujan.

                     hujan, apa kau tahu perasaannya hari ini?
                     hari ini ia hujan.


hujan.


-an-

Minggu, 10 November 2013

ikan dan sungai

ikan dan sungai itu teman.
pertemanan mereka dimulai
ketika sungai memberikan ketenangan untuk ikan yang baru tiba.
kemudian ikan menjadikan dirinya sebagai teman hidup
untuk sungai  yang kesepian.


apa mereka pernah berkelahi?
ya,
tapi mereka tidak pernah terluka untuk waktu yang lama
karna mereka tahu bagaimana caranya menenangkan satu sama lain.


-an-

Selasa, 05 November 2013

dan tentang rupa hujan, seperti apa kau sekarang?

Pernah mendengar kisah tentang matahari yang merindu hujan?

Sudah lama hujan tak pernah lagi datang berkunjung dan karna itu ia pikir mungkin hujan marah padanya. Ia pun menjadi murung dalam kerinduannya.

Berhari-hari ia menunggu hujan, dengan sekotak hadiah tanda permintaan maaf.

Hingga akhirnya datang kabar dari kejauhan malam: “Hari ini ia akan datang! Dia sedang dalam perjalanan! Aku mendengarnya! Aku mendengar senandungnya diperjalanan tadi! Segera bersiaplah untuk menyambutnya! Dan tumpahkan rasa rindumu itu!”

Ah, betapa bahagianya sang matahari! Pipinya merona. Terdengar degup jantungnya yang berdetak menanti-nanti kedatangan hujan. Beribu bayang berkelebat bermain-main dalam benaknya. Seperti apa rupa hujan sekarang?

Sudah hampir tiba, tapi ternyata sang waktu siap menarik matahari pergi lebih dulu untuk digantikan malam.

“Tak bisakah menunggu sebentar? Sedetik terlambat kukira tak mengapa.”

Waktu tidak menjawab tapi terus berlalu menariknya pergi.

Mereka tak bertemu. Lagi. Sudah tak lagi bisa ia memeluk hujan.
Berlalu. Jauh dari balik punggungnya, hujan selalu bersenandung. Persis seperti yang diceritakan malam pada hujan tentang matahari.

Lalu kotak itu?
Tidak akan pernah bisa dititipkan kepada malam untuk diberikan pada hujan yang selalu datang di malam hari.


Dan tentang rupa hujan, seperti apa kau sekarang?


-an-

Sabtu, 02 November 2013

?

Jikalau semilir angin dipersilakan memilih, akan menjadi apa?
Air.

Menjadi air?
Ya. Yang bertempat di sungai kecil.
Angin ingin merasakan menjadi air yang mengalir di sungai.
Mengikuti alirannya tanpa paksa.

Tapi di depan sana tersedia jurang!
Tak masalah. Air tetap mengalir mengikuti aliran.
Turun menghantam deras dan kembali mengalir tenang.
Entah kemana aliran menggiring, air tetap mengalir.
Menikmati setiap perjalanannya.
Dan akhirnya tiba di sebuah muara.

Hei! Bukankah angin juga mengalir?
Ya.

Bukankah ia mengalir lebih bebas,
bahkan di alam yang lebih besar dari sungai kecil itu?
Ya.

Bahkan tak bermuara, tak ada akhir dari alirannya.
Bukankah lebih menyenangkan?
Ya, memang.

Lantas kenapa sang angin ingin menjadi air?


-an-