Pernah mendengar kisah tentang matahari yang
merindu hujan?
Sudah lama hujan tak pernah lagi datang berkunjung
dan karna itu ia pikir mungkin hujan marah padanya. Ia pun menjadi murung dalam
kerinduannya.
Berhari-hari ia menunggu hujan, dengan sekotak
hadiah tanda permintaan maaf.
Hingga akhirnya datang kabar dari kejauhan malam: “Hari
ini ia akan datang! Dia sedang dalam perjalanan! Aku mendengarnya! Aku mendengar
senandungnya diperjalanan tadi! Segera bersiaplah untuk menyambutnya! Dan tumpahkan
rasa rindumu itu!”
Ah, betapa bahagianya sang matahari! Pipinya merona.
Terdengar degup jantungnya yang berdetak menanti-nanti kedatangan hujan. Beribu
bayang berkelebat bermain-main dalam benaknya. Seperti apa rupa hujan sekarang?
Sudah hampir tiba, tapi ternyata sang waktu siap
menarik matahari pergi lebih dulu untuk digantikan malam.
“Tak bisakah menunggu sebentar? Sedetik terlambat
kukira tak mengapa.”
Waktu tidak menjawab tapi terus berlalu menariknya
pergi.
Mereka tak bertemu. Lagi. Sudah tak lagi bisa ia
memeluk hujan.
Berlalu. Jauh dari balik punggungnya, hujan selalu
bersenandung. Persis seperti yang diceritakan malam pada hujan tentang
matahari.
Lalu kotak itu?
Tidak akan pernah bisa dititipkan kepada malam
untuk diberikan pada hujan yang selalu datang di malam hari.
Dan tentang rupa
hujan, seperti apa kau sekarang?
-an-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar