Rabu, 23 Juli 2014

diundang

kami mengundang awan malam datang kemari untuk membawa setetes air hujan dan bersedia meneteskannya di atas tanah tempat kami berpijak sampai kami kembali hidup di pagi hari disambut aroma tanah basah sebagai hadiah dari hujan yang datang hadir semalam.


-ann-

Sabtu, 19 Juli 2014

waktu

Waktu pasti datang.


Masa? Aku sudah menunggunya sedari tadi.
Sampai bibirku tak bisa lagi diajak tersenyum.
Sampai tanganku harus menopang wajahku yang kian memberat malas.
Sampai kakiku bergetar-getar tak sabar.


Tenang saja. Waktu pasti datang.


Aku juga berharap seperti itu karna jawaban untukku dititipkan padanya.
Semoga saja ia tidak lupa kalau ia telah dijanjikan pasti datang untukku.




*** 


Hei, kenapa ia tak datang juga?
Berkendara dengan apa dia ke sini?
Lama sekali!
Oh! Atau ia keliru kepada siapa seharusnya ia datangi?
Atau jangan-jangan ia malah lupa sama sekali?!
Aduh! Gawatlah kalau benar itu terjadi!
Bisa cemas seumur hidup aku dibuatnya!
Aku tidak mau!


(bersiap-siap)



Hendak kemana bersiap-siap seperti itu?



Aku akan menjemputnya.


Siapa?


Waktu. 




-ann-

Sabtu, 05 Juli 2014

turun hujan


Karena hujan sering menjadi kambing hitam di siang hari, akhirnya ia putuskan untuk menunggu matahari menghilang terlebih dahulu. Ia pikir itu adalah waktu yang tepat baginya. Tak ada yang bisa melihat rupanya dengan jelas karena di saat itu ia berhasil bersembunyi dari cahaya bulan dan berlalu dengan cepat di hadapan cahaya lampu-lampu kota. Di keheningan itu, ia luapkan seluruh emosinya. Mereka yang mendengarnya akan jatuh tenggelam ikut berbahagia dan termenung sepanjang malam. Sepanjang malam. Selama itu hujan turun. Selama itu pula mereka termenung bahwa rupa bahagia hujan tak akan mereka lihat saat kebencian lebih menguasai diri mereka. Kunjungan hujan malam itu diakhiri dengan sebuah pesan untuk membiarkan dirinya turun esok hari sebelum matahari menghilang lagi.


-ann-