Namanya Bumi dan usianya 9 tahun. Tak bisa bermain layang-layang bahkan
untuk menerbangkannya ke langit saja ia masih payah. Sering layang-layangnya
berakhir dengan mencium tanah dan kemudian robek akibat benturan macam-macam. Kalau
sudah robek begitu, Bumi hanya bisa pasrah dan pergi meninggalkan lapangan
dengan seutas senyum semringah. Ia tahu besok ia harus kembali ke tanah lapang
itu dengan layang-layang sederhana seharga dua ribu rupiah yang baru. Baginya
sebuah usaha itu penting dan menerbangkan layang-layang ke langit merupakan
suatu hal yang membutuhkan usaha ekstra.
Begitulah kegiatannya selama musim layang-layang berlangsung. Menyisihkan dua
ribu rupiah dari uang sakunya, membeli layang-layang di toko Ahong setelah
pulang sekolah, kemudian pergi ke tanah lapang disorenya untuk kembali mencoba
menerbangkan layang-layangnya ke langit.
“Walaupun pada akhirnya berakhir dengan mencium tanah, tapi semakin hari aku merasa layang-layangku semakin
tinggi di udara. Jadi jika aku mencoba menerbangkannya setiap hari, besar
kemungkinan sebelum musim layang-layang berakhir, layang-layangku telah
mencapai langit.”
Hampir dipenghujung musim layang-layang. Di tanah lapang, aktivitas sepak
bola sudah hampir mendominasi dari
biasanya. Bumi tak peduli, untuk saat ini tidak ada yang lebih penting
selain layang-layangnya, angin, dan
langit.
Akhir musimpun tiba dan layang-layangnya tak juga mencapai langit. Hanya berhasil
naik beberapa milimeter saja di udara dan anak keras kepala itu tetap
bersikukuh mau menerbangkan layang-layangnya hingga ke langit. Otaknya mulai
bekerja, berpikir berpikir berpikir dan merenung.
Bumi mulai melangkahkan kakinya ke sisi kanan tanah lapang dengan belari. Kedua
tangannya mendekap layangannya didada dan dipegangnya kaleng susu bekas, tempat benangnya dililit
bergumpal-gumpal menumpuk, ditangan kirinya.
Di sisi kanan tanah lapang, sambil mengambil ancang-ancang, Bumi mulai
mengulurkan benang sedikit demi sedikit dan kemudian berlari dengan cepat. Secepat
ia bisa. Dari satu sisi tanah lapang ke sisi seberangnya. Benang terulur sedikit
demi sedikit. Yakin!
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....” Teriak Bumi, sepanjang ia berlari.
Seperempat mencapai finish, Bumi membalikkan tubuhnya dan berlari mundur. Perlahan
larinya memelan sampai akhirnya kedua kakinya terhenti sempurna. Kini, layang-layangnyalah yang terlihat
paling kecil di langit. Jauh.
“Apa kubilang! Sebelum musim berakhir!”
-AN-