Kini aku berdiri. Sendiri. Bermandikan kilatan cahaya yang kerap kali
berganti-ganti. Terus menyorotiku kemana aku melangkah, kemana aku berbicara,
seakan akulah satu-satunya si objek penderita. Hanya aku? Ya! Hanya aku yang
kau soroti terus menerus. Terlihat bukti di depanku gelap gulita. Oh tidakkah
kalian membutuhkan cahaya? Atau kalian senang dapat melihatku tanpa
sembunyi-sembunyi seperti ini? Dan membiarkan mataku meraba-raba bentuk kalian
hingga jelas?! Aku menyerah!
Dentuman-dentuman perlahan, menandakan suatu emosi. Aku mulai melangkahkan kaki masih ditemani sorot cahaya itu dengan warna yang kini berubah temaram secara perlahan.
Seolah-olah dentuman itu
merengek minta didengar. Semakin lama dentuman itu semakin cepat dan keras
membuat langkahku berlari-lari kecil dan sorot cahaya itu kini kembali berulah
dengan kilatannya yang tidak lagi temaram. Berkilat-kilat dari berbagai arah
dan warna. Klimaks!
Aku letih. Langkah berlari
kecilku mulai surut dan aku terhenti untuk kemudian bertekuk lutut.
“Tidakkah kalian bisa
berhenti?” Aku mulai bertanya.
Hening. Tak ada jawab
sama sekali.
“Bisakah?!” Tangisanku mulai berteriak memohon.
Seakan mengerti, sorot cahaya
itu kembali normal. Jingga dan tidak lagi berkilat-kilat seperti tadi. Kini ia
menyisakan kegelapan yang semakin dekat denganku, hanya berbatas selangkah
antara aku dengannya. Dengan teramat jelas aku disudutkan olehnya! Tak ada
ruang dan benar-benar hanya aku dan tempatku berpijak sekarang! Terserah!
Dentuman itupun latah
memelan tetap mencekik perasaan.
Aku tahu apa yang akan
terjadi selanjutnya.
Aku hanya diam terisak
menanti sorotan yang akan menghujamku dengan kegelapan dan dentuman yang menyuarakanku
dengan kesunyian.
Pertunjukanpun berakhir
terimakasih
-AN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar