Jumat, 02 November 2012

kau, aku, dan rasa

Nyanyikan ku sebuah puisi cinta
yang bergema memaksa jiwa untuk terbang tak menapak diri
Menari-nari dalam buaian rasa

Menghempas jiwa
telah meredup dari paginya hari menjadi senjanya sore
yang mengintip malu pada malam memohon dalam harap
agar malam tak pernah singgah

Bukan...
Bukan karna aku membenci malam
Tapi dia sendiri yang mengusik-usik mengganggu,
turun sebagai batas pisah kita
hingga matahari menawar diri terbit
agar tercipta senja kemudian

Malam hanya memberikan ketenangan dalam sepi
dan keramaian dalam benak bertemu sapa denganmu
merona malu, membisu kata, dan melontar pandang
tak berani tatap

Sedang senja memeluk kita disebuah persimpangan
yang memaksa mata  beradu pandang mengantar rasa
yang tak dapat diwakilkan kata
Tapi aku, aku bisa merasakannya
Suatu rasa yang tak dapat kuungkapkan, kujelaskan,
kutuliskan, kugambarkan
Meskipun kalian bersujud-sujud
memohon pinta penjelasan tentangnya

Maaf, aku tak bisa.

Yang bisa kuceritakan adalah aku tak bisa menceritakan
bagaimana rasa yang terus mengalir menerobos pori-pori
dinding yang telah aku bangun kokoh!
Bahkan ia terus mengalir halus membawa kesejukan dalam jiwa,
keresahan akan penantian, dan kecemburuan karna rasa

Rasa yang baik-baik saja meski disayat kerinduan
malah semakin senang membanjiri jiwa
Mengalir tak berdosa menelusuri raga menggores pesan rindu
pada tiap dindingnya

Dan berakhir aku menanti pada malam
Berharap pada pagi
Memohon pada senja

Senja...
Kita bertemu dikala senja
Kau, aku, dan rasa
dalam pelukan senja
yang mereka sebut 'cinta'

-an-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar