Di ibaratkan
seorang bocah dan hidup.
Ketika kecil, belum sanggup mengangkat
tubuhnya.
Begitupun kita
ketika mengenal hidup dan planga-plongo bingung.
Setelah itu sang bocah mulai berusaha
membulak-balikan badannya.
Nah begitupun
kita, yang sekilas mulai lebih mengenal hidup. Meskipun hanya sekilas.
Bertahap sang bocah mencoba duduk
kemudian berdiri. Ia senyum-senyum semringah ketika berhasil menegakkan
kakinya, menopang berat tubuhnya, agar ia bisa berdiri, sambil berpegangan pada pinggiran meja dan
sang ibu bertepuk-tepuk bahagia melihat anaknya senyam-senyum pamer bisa
berdiri.
Kita pun begitu.
Merasa sudah besar dan pamer 'aku bisa'. Ibu bertepuk-tepuk tangan bersembunyi
seribu cemas.
Dan sang bocah mencoba berjalan. Memaksa
kedua kakinya melangkah yang disusul puluhan kali jatuh. Tertatih-tatih ingin
bisa berjalan sendiri. Menangis jatuh, bersikeras berdiri, jatuh menangis,
tetap keras kepala berdiri, dan begitu seterusnya. Si bocah tidak juga kapok. Ibu
bertepuk-tepuk tangan menunggu di depan dengan kasih memberi jutaan semangat.
Sekarang, bagai
bocah tersebut, sedang tertatih-tatih kita dalam hidup. Mencoba untuk bisa
‘berdiri sendiri‘ dan membuktikan benar bahwa 'aku bisa!'. Berjalan mengenal
hidup dan bertahan. Kita yang menaklukan hidup atau kita yang ditaklukan hidup? Ibu
bertepuk-tepuk dalam doa. Menjadi benteng dalam ketertatihan hidup kita.
Hingga sang
bocah siap berlari.
Dan ibu melepasnya pergi berlari menuju hidup, sambil berucap:
"Selamat menempuh ‘hidup‘ baru, nak
bocah."
-an-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar