Senin, 04 Maret 2013

aktor cilik - pelangi imajinasi

coba kau tengok sekumpulan anak kecil yang kini sedang bermain-main bersama imajinasinya. hebatnya imajinasi-imajinasi tiap kepala seakan bersatu dalam sebuah permainan yang sedang mereka mainkan, membentuk alur sebuah cerita. seorang anak berimajinasi menjadi seorang jagoan dengan imajinasi sosok jagoan dalam kepala mereka, yang sebenarnya hanya dia dan Tuhan yang tahu rupa detail dari jagoan tersebut. kita tahu ia sedang memerankan seorang jagoan karena salah seorang anak kecil lainnnya berperan menjadi seekor monster dan sedang berusaha memporak-porandakan sekitarnya. mulailah mereka sok-sokan berkelahi. yang satu berniat membela kebenaran dan yang satunya berniat berkuasa. sekarang tahu dari manakah kita, bahwa ia sedang berimajinasi menjadi seekor monster? caranya berjalan yang menghentakan kaki keras-keras seakan mau melubangi bumi sambil mengoyang-goyangkan tubuhnya mantap ke kanan dan ke kiri seolah pertanda dari sebuah amukan, kata yang digunakan, entah itu bahasa apa, terdengar itu-itu saja, seperti ancaman yang meraung-raung. oh, tahulah kita! itu seperti monster-monster yang ada di televisi toh?! tapi rupa si monster? ya hanya si pemeran cilik itu yang tahu detailnya, mungkin sama persis seperti yang di televisi atau mungkin dengan liarnya ia menambahkan detail-detail dalam imajinasinya sehingga menjadi rupa monster baru yang bersemayam di imajinya. dan kemudian anak-anak kecil lainnya mengambil alih perannya masing-masing sesuai imajinasi mereka.

mereka, aktor-aktor cilik, berlakon bukan lagi diatas panggung. beralaskan alam sudah cukup. alam menjadi panggung mereka yang mereka sulap, lagi-lagi, sesuka-suka imajinasi mereka. panggung mereka tidak punya batas. set panggungnya imajinasi. di atas panggung penuh imajinasi! bebas! sebebas imajinasi mereka!

sebagai seorang aktor, mereka berperan tanpa beban, menjiwai, dan meyakinkan. buktinya? kita bisa teryakinkan kalau dia sedang berperan sebagai seorang jagoan atau monster melalui gerak-gerik yang di tunjukanya. mereka menjiwai peran itu seolah-olah  mereka benar menjelma menjadi sang karakter jagoan atau si monster. sutradara dan penulis naskah dalam pertunjukan mereka adalah diri mereka masing-masing dengan gaya pementasan mereka yang  'suka-suka'. suka-suka mau berhenti dimana, kapan, dan bagaimana alur serta ending ceritanya. sering abstrak, kadang tidak punya ending, tiba-tiba cerita sudah berganti ketika ada yang mulai mengompori dengan kata-kata 'udahan yuk', 'main yang lain yuk', atau cerita berakhir tragis dengan terjadinya perkelahian antara dua atau lebih bocah karena beda prinsip. ego anak-anak. berkelahi. lalu tak jarang pulang sambil terisak-isak, menyeka air mata dengan punggung tangan, dan menyeka ingus dengan ujung baju.


ajaibnya, besok mereka juga sudah baikan dan mulai berimajinasi lagi:



"sekarang dibawah kita ada banyak larva yang besar-besar! kalau tertangkap nanti kita bisa dimakan! ayo sekarang kita naik ke atas kursi!"


dan hari ini pertunjukan suka-suka mereka, berjudul "Petualangan Menyelamatkan Diri dari Larva-Larva Besar!"

selamat menyaksikan!


-an-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar