Kamis, 24 Januari 2013

berbicara tentang cinta (aku tahu tapi aku tidak tahu)

Berbicara tentang ’cinta’ berarti berbicara mengenai rasa. Rasa dalam diri tiap insan. Dalam jiwa. Memang rasa tersebut merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita. Untuk apa? Mungkin agar kita bisa merasakan kehidupan, merasakan cinta. Katanya cinta itu bisa menambah kualitas kehidupan kita yang suram menjadi terang, bunga layu serasa merekah. Sayang, aku lahir di saat kata itu sudah bernama cinta tanpa mengetahui asal usul bermulanya dari siapa, dari mana, dan mengapa dinamakan ‘cinta’? Sudahlah, toh aku juga tidak begitu bermasalah dengan penamaannya. Justru yang jadi masalah adalah definisi dari kata ‘cinta’ itu sendiri karena ini sangat penting! Darurat! Bahkan tidak hanya untukku saja. Mungkin di luar sana, tanpa kita peduli dan ketahui, banyak orang yang sedang meraung-raung mencari arti ‘cinta’. Begitu pun aku. Sudah bosan aku mendengar dan melihat kegalauan banyak orang mengenai hal yang satu itu, yang aku juga tidak tahu apa itu. Pokoknya cinta. Cinta. Dan sekali lagi CINTA.

Di sekolah, aku memberanikan diri mengacungkan tangan tinggi-tinggi untuk mempertanyakan ‘cinta’. “Bu guru, cinta itu apa?” Dan jawaban ‘perasaan yang di anugerahkan Tuhan kepada kita’ malah membuatku ingin kembali bertanya kenapa? Seperti apa wujudnya? Apa setiap insan memilikinya? Apa aku juga? Ah, aku tidak puas dengan jawaban singkat itu. Kembali aku membuka mulut untuk melontarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi dengan cepat aku mengatupkannya kembali. Mengurungkan kembali niat bertanya dan menggantikannya dengan anggukan tanda ‘sok’ paham.

Sesampainya di rumah, aku langsung menghampiri ibu di dapur. “Bu, cinta itu apa?” tanpa babibu aku langsung bertanya. Jawaban ibu cukup bijak tapi menjengkelkan. “Biar kamu yang interpretasi sendiri apa itu cinta.”

Entah kenapa, rasa penasaranku akan definisi ‘cinta’ membuatku membabi buta seperti ini. Mencari artinya ke berbagai sumber seperti kamus, internet, dan buku. Bahkan dari yang kubaca, cinta malah memiliki pembagian lagi. Cinta sejati, cinta monyet, cinta lokasi, cinta buta, cinta tanpa syarat, dan cinta-cinta yang lainnya. Semakin tidak paham.

“Cinta itu Tuhan, nak.” Jawab Pak Ustadz ketika aku berpapasan dengannya dan bertanya apa itu 'cinta'. Tiga kata! Ya! Hanya tiga kata, ‘Cinta itu Tuhan’. Bermakna! Sangat bermakna dan aku tidak paham. Tidak. Aku belum paham untuk yang satu itu. Tapi aku  tahu itu sangat bermakna.

Sehari, seminggu, sebulan, setahun, dan bertahun-tahun kemudian aku lupa akan misi pencarian definisi cinta yang sesungguhnya hingga kejadian di pantai senja ini ketika aku, ayah, dan ibu duduk bersama diatas hamparan pasir menunggu senja padam ditemani ombak dan laut.
Kami menanti-nanti matahari menutup diri dipeluk angin senja dan langit jingga menambah pesona di sore itu. Entah kenapa, senja itu terasa sangat berbeda untukku. Ada sesuatu tersimpan dibaliknya. Senja. Senja. Senja dan langit jingga. Senja turun bersama terkatupnya mata hingga terbentuk sebuah bayang dan rasa.  Tenang. Perasaan tenang yang tidak bisa diungkapkan. Entah bagaimana, perasaan tenang itu bercampur dengan suatu 'rasa' yang lebih tidak bisa diungkapkan lagi. Aku tau tapi aku tidak tahu tapi aku tahu! tapi untuk siapa dan karna apa? Ya! Aku menemukan definisiku sendiri. Interpretasiku sendiri. Terimakasih Tuhan. Atas ‘cinta’ yang Kau kirim lewat senja ini. Aku mengerti dan aku mencoba memahaminya.

-an-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar